Opinion : Kesuksesan Jokowi di Solo = Kesuksesan Jokowi di DKI Jakarta, Mungkinkah?



Kesuksesan Jokowi di Solo=Kesuksesan Jokowi di DKI Jakarta, Mungkinkah?
Oleh : Illinia Ayudhia Riyadi, S.E.
Pada hari Rabu, 11 Juli yang lalu, masyarakat Jakarta berpartisipasi dalam Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Semua larut dalam euforia pemilihan komandan baru yang akan mengawal DKI Jakarta menjadi kota harapan bagi seluruh penduduknya. Hasil pemungutan suara pun sudah mulai bisa dipantau lewat quick count yang diselenggarakan oleh banyak lembaga survey meskipun pengumuman hasil secara resmi dari komisi pemilihan umum (KPU) Jakarta belum dipublikasikan.
Hasil quick count tersebut cukup mencengangkan. Pasangan urut nomor tiga, yaitu Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) berhasil mengungguli pasangan nomor urut satu  yakni Fauzi Wibowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara). Selisih suara di antara keduanya hanya terpaut sekitar 9 persen, sehingga bisa dipastikan keduanya akan bertarung lagi pada Pemilukada putaran kedua September mendatang.
Kemenangan perolehan suara Jokowi-Ahok atas Foke-Nara tentu saja menuai rasa penasaran semua kalangan. Banyak pihak yang mengatakan bahwa fenomena ini adalah anomali. Tokoh incumbent yang saat ini tengah memegang kekuasaan justru kalah dengan tokoh penantang baru dalam laga Pemilukada kali ini. Banyak spekulasi berkembang dalam menanggapi fenomena tersebut. Namun, satu yang pasti, banyak pihak beranggapan bahwa kecemerlangan Jokowi dalam membawa perubahan di Kota Solo menjadi alasan mengapa tokoh ini berhasil menghimpun dukungan dari penduduk Jakarta.
Seperti yang telah diketahui, Jokowi telah terpilih dan menjabat sebagai walikota Solo selama dua periode pemerintahan. Selama itu pula, Jokowi memberi warna yang berbeda pada Kota Solo, terutama dalam hal pembenahan para pedagang kaki lima (PKL). Jokowi sukses merelokasi keberadaan para pedagang kaki lima di Taman Sari ke Pasar Klithikan Notoharjo tanpa adanya aksi anarkis. Padahal, aksi anarkis sudah menjadi hal yang biasa terjadi mewarnai proses relokasi PKL di berbagai kota, termasuk Jakarta. Namun, relokasi PKL dari Taman Sari ke Pasar Klithikan Notoharjo berlangsung damai.
            Relokasi para PKL dari Taman Sari ke Pasar Klithikan Notoharjo yang berlangsung secara tertib dan damai terwujud dengan penuh usaha, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebelum merealisasikan rencana tersebut, Jokowi mengundang perwakilan dari PKL tersebut untuk makan siang di kantornya. Pada momen yang penuh keakraban seperti itu, Jokowi mulai mensosialisasikan pentingnya  relokasi PKL ke pasar yang lebih layak dalam rangka menunjang perekonomian lokal dan juga meningkatkan status para pedagang PKL menjadi pelaku UMKM yang turut secara resmi berkontribusi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Dari hasil perundingan tersebut, akhirnya para PKL bersedia untuk direlokasi ke tempat yang lebih layak. Bahkan, prosesi pemindahannya diiringi dengan upacara kirab. Hal ini menggambarkan betapa Jokowi sangat menghargai keberadaan para PKL dan menyadari potensi mereka sebagai pilar kekuatan UMKM apabila bisa diorganisir dengan lebih baik.
            Selain kesuksesan dalam merelokasi PKL, Jokowi semasa pemerintahannya juga serius dalam merevitalisasi 15 pasar di Solo. Untuk mendukung semakin berkembangnya pasar dan kegiatan UMKM di Solo, Jokowi bahkan membatasi pemberian izin bagi para pemilik modal yang berkeinginan mendirikan minimarket besar. Hal ini dilakukan untuk menjaga daya saing UMKM dan menggerakkan ekonomi masyarakat Solo agar tidak mati tertindas kekuatan kapitalis.
            Gambaran kesuksesan Jokowi dalam memimpin kota Solo tentu membuat penduduk Jakarta “tergiur”. Mereka tentunya ingin pula merasakan perubahan ke arah yang lebih baik sebagaimana yang telah dirasakan oleh masyarakat Solo di bawah kepemimpinan Jokowi selama dua periode pemerintahan. Oleh karena itulah, perolehan suara Jokowi di Pemilukada kali ini mampu mengungguli tokoh incumbent yang sudah lebih dahulu memimpin Jakarta. Harapan masyarakat Jakarta sangatlah besar terhadap sosok seorang pemimpin yang pro masyarakat kecil dan berkomitmen dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan. Meskipun banyak pula kalangan yang pesimistis bahwa kesuksesan Jokowi memimpin Solo sangatlah sulit untuk diulang kembali di tengah hiruk pikuk Jakarta sebagai provinsi besar dalam keberagaman di berbagai dimensi kehidupan. Solo sebagai kota kecil, janganlah disamakan dengan Provinsi DKI Jakarta sebagai jantung ibukota negara, begitulah anggapan sebagian pihak yang meragukan kesuksesan Jokowi di Solo.
Maka, mari kita sukseskan Pemilukada Jakarta tahun 2012 ini. Jikalau memang Jokowi yang akhirnya menjadi komandan DKI Jakarta, mari kita saksikan kinerjanya. Masihkah ada teriakan tangis dari para PKL yang bergelimpangan di pinggir jalan ibukota ketika Petugas Trantib berusaha melakukan penertiban? Masihkah banyak minimarker-minimarket baru bertebaran di berbagai sudut ibukota yang mematikan aktivitas ekonomi warung-warung kecil di Jakarta? Kita tunggu saja tanggal mainnya. Siapapun pemenang Pemilukada tahun ini, kita berharap bisa membawa perubahan yang signifikan dalam mengatasi berbagai problematika di provinsi tercinta ini.

Komentar

Postingan Populer